Rabu, 27 April 2016

Basuki Tjahaja Purnama (Ahok)

Indonesia adalah sebuah negara yang terdiri dari berbagai lembaga kenegaraan sesuai dengan fungsionlitasnya masing-masing. Dalam menjalankan roda pemerintahan, Indonesia dikendalikan oleh sejumlah lembaga penting, salah satunya adalah DPR (dewan perwakilan rakyat). DPR sebagai dewan perwakilan rakyat punya andil besar dalam menjalankan roda pemerintahan di Tanah Air.
 Dalam struktur kepemerintahan Indonesia kita mengenal yang namanya Legislatif, Eksekutif dan Yudikatif. Kesemuanya merupakan unsur-unsur struktural terpenting dalam pemerintahan Indonesia. Mungkin masih ada masyarakat yang sebenarnya belum sepenuhnya memahami apa itu Legislatif hinggaYudikatif

Seorang pemimpin mempunyai cara dan gaya kepemimpinan yang berbeda-beda dalam mengaktualisasikan kekuasaan dan kebijakannya masing-masing. Dalam jurnalnya, Kartono (2009 dalamUtami, 2013) menyebutkan beberapa gaya kepemimpinan, di antara lain:
1) gaya kepemimpinan paternalistik
2) gaya kepemimpinan karismatik
3) gaya kepemimpinan bebas
4) gaya kepemimpinan demokratis
5) gaya kepemimpinan otokratis
6) gaya kepemimpinan militeristis
7) gaya kepemimpinanpopulistis
8) gaya kepemimpinan administatif atau eksekutif

Gaya kepemimpinan seseorang erat kaitannya dengan bagaimana cara pemimpin dalam mempersuasi orang lain melalui retorikanya. Oleh
 sebab itu, pemimpin sering mengandalkan kata kata yang diucapkannya untuk mempengaruhi dan memobilisasi pengikut mereka dan meyakinkan masyarakat tentang manfaat yang dapat timbul dari kepemimpinan mereka. Salah satu bentuk dari pelaksaan aturan, yaitu melalui penegakan kebijakan. Pada dasarnya, kebijakan dibuat untuk mengatasi masalah-masalah yang terjadi dimasyarakat, namun terkadang beberapa orang tidak dapat menerima kebijakan baru yang telah ditetapkan. Oleh sebab itu, retorika seorang pemimpin dalam menyampaikan kebijakan sangat menentukan diterima atau tidaknya suatu kebijakan baru di dalam masyarakat. Berkenaan dengan hal tersebut, kami tertarik untuk mengkaji tentang retorika dan gaya kepemimpinan Ahok dalam mempersuasi masyarakat dengan gaya dan tutur bahasa yang disampaikan.Basuki Tjahaja Purnama atau biasa dipanggil Ahok merupakan salah satu pemipin, lebih tepatnya seseorang yang menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta saat ini. Beliau cukup ramai dibicarakan oleh masyarakat karena memiliki retorika dan gaya kepemimpinan yang berbeda dibandingkan pemimpin lain. Beliau dipandang sebagai pemimpin yang arogan, tempramen, dan to the point.

Bisa dibilang selama ini warga Jakarta sudah menerima keruwetan dan segala macam komplikasi kenegatifan Jakarta dengan pasrah. Mereka mungkin berfikir itulah yang memang terjadi dan akan seterusnya seperti itu, namun Ahok hadir disana dan mulai memvisualisasikan keadaan Jakarta yang sebenarnya kepada masyarakat dan menunjukkan bahwa keruwetan dan segala komplikasi tersebut dapat diatasi. Tentunya ia memvisualisasikannya melalui retorika yang tegas. Contohnya adalah kebijakan yang ia lakukan mengenai pengaturan Tanah abang yang ruwet. Perda tentang ketertiban umum sudah ada sejak lama, tapi nampaknya Perda tentang ketertiban umum juga telah lama diinjak-injak dan tidak digubris oleh para Pedagang Kaki Lima dan preman yang mem-backing mereka. Para pembuat Perda sebelumnya mungkin juga sudah melakukan banyak hal untuk menegakan peraturan tersebut. Hanya saja ketika kemudian persoalan menertibkan pedagang kaki limaini juga harus berhadapan dengan dunia gelap premanisme, mereka tidak punya nyali. Terlebih ketika dibalik premanisme Tanah abang
 itu ternyata ada oknum-oknum hantu yang tidak dapat tersentuh dansecara kasat mata kebal hukum dimana pengaruh mereka mencengkeram kekuasaan tertinggi di negeri ni. Semakin ciut lah nyali para aparat itu untuk menegakan ketertiban umum. Daripada mereka kehilangan nafkahnya, lebih baik mereka tutup mata dan telinga soal Tanah abang. Berpuluh tahun situasi pembiaran itu terjadi. Dan orang Jakarta nyaris percaya bahwa di Tanahabang kesemrawutan itu memang sebuah keniscayaan yang harus diterima secara legowo dan pasrah.Warga Jakarta tidak mampu melakukan apa-apa dengan keadaan Tanah abang yang seperti itu.

Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok telah memutuskan maju melalui jalur independen pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) DKI Jakarta 2017. Mantan Bupati Belitung Timur ini tidak ingin mengkhianati dukungan yang sudah dialamatkan kepadanya. Saat jumlah dukungan sudah melebihi ambang batas sesuai aturan Komisi Pemilihan umum (KPU), maka sesuai janji, Ahok akan maju menjadi bakal calon gubernur melalui jalur independen.
Ahok sudah harus siap dengan segala tantangan di depan, yakni partai politik dan calon-calon yang diusung dalam pilkada. Tantangan paling realistis berasal dari parpol-parpol besar "penguasa" DKI Jakarta yang telah dibuktikan dalam perolehan suara mereka pada Pemilu 2014 lalu. Parpol seperti ini telah memiliki mesin partai yang tertata.
Pasangan bakal calon (balon) gubernur dari PDIP adalah kandidat lawan paling kuat, meski belum tentu punya popularitas dan elektabilitas setinggi Ahok. Dengan 28 kursi di DPRD DKI Jakarta, PDIP dapat mengusung balon gubernur tanpa harus berkoalisi dengan partai lain. Sedangkan pasangan balon gubernur lainnya adalah dari koalisi parpol selain Nasdem, mengingat partai besutan Surya Paloh ini jauh-jauh hari sudah menyatakan mendukung Ahok.
Fenomena kemunculan Ahok dan para pendukungnya merupakan potret dalam politik yang bisa menjadi catatan bagi perjalanan demokrasi Indonesia ke depan. Dukungan kepada Ahok juga menjadi membuka kenyataan bagaimana para pemimpin daerah dipilih.
Kenyataan tersebut antara lain, pertama, tidak semua parpol dapat menampung aspirasi rakyat, sehingga muncul celah jalur independen. Idealnya, kandidat kepala daerah diusung oleh partai politik sesuai fungsi keberadaan parpol meningkatkan partisipasi politik anggota dan masyarakat dalam rangka penyelenggaraan kegiatan politik dan pemerintahan. Namun, kenyataan kemunculan calon-calon independen pada pilkada adalah bukti bahwa aspirasi rakyat belum semua dapat tersalurkan melalui parpol.
Kedua, sudah menjadi kecenderungan bahwa parpol lebih mengutamakan kadernya. Demi kepentingan partai atau pengurus partai, maka yang diusung sebagai kepala daerah rata-rata adalah elite pengurus parpol di daerah.
Ketiga, parpol menentukan harga yang harus dibayar oleh calon dari luar partai. Parpol menjadi kendaraan politik sehingga setiap calon dari luar harus membayar "tiket" perjalanan menuju pilkada.
Keempat, untuk menaikkan posisi tawar maka parpol mengulur waktu hingga saat-saat terakhir penyelenggaraan pilkada. Dengan semakin banyak pelamar untuk memakai kendaraan parpol, maka "tiket" semakin mahal dijual.
Empat hal tersebut menyebabkan terbukanya peluang terpilihnya pemimpin yang tidak berintegritas di kemudian hari. Cara-cara seperti itu membuat Indonesia tidak menemukan calon-calon pemimpin yang bemutu. Hanya sosok-sosok bermodal kuat yang mampu menjadi kandidat padahal belum tentu modal itu didapat dari cara yang halal.
Kemunculan calon independen dengan dukungan masif seharusnya membuat parpol mengoreksi diri. Sedangkan dari proses perjalanan pencalonan Ahok kita mendapatkan pelajaran. Pertama, rakyat mengapresiasi pemimpin yang bersih, tegas, transparan, dan bekerja demi kepentingan rakyat. Kampanye anti-Ahok bertebaran di dunia maya. Bukan karena kinerjanya melainkan karena ia etnis Tionghoa dan non-Muslim. Pembawaannya yang cenderung kasar juga dianggap kelemahan Ahok. Namun, dukungan terhadap mantan Bupati Belitung Timur ini nyatanya tidak surut. Hasil kerjanya, displin yang diterapkan, penyikapannya terhadap berbagai persoalan Jakarta mendapat apresiasi warga.
Kedua, dukungan tanpa syarat dari partai Nasdem kepada Ahok merupakan angin perubahan di arena pemilihan kepala daerah. Ternyata ada partai yang tak menuntut mahar atau syarat pada kandidat yang diusungnya.
Sudah menjadi wacana umum bahwa tiap calon yang akan maju melalui jalur parpol wajib memberikan mahar untuk bisa diusung. Popularitas dan elektabilitas seolah belum cukup menjadi modal sang calon. Posisi tawar parpol masih tinggi, sebab merasa sebagai kendaraan yang akan membawa calon beradu di pilkada. Tanpa kendaraan, sulit bagi calon untuk maju bertanding.
Ketiga, kemunculan Ahok melalui jalur independen bakal membuktikan bahwa parpol bukan segala-galanya. Keberadaan parpol adalah keniscayaan dalam proses kepemimpinan politik. Namun, regenerasi amburadul serta integritas parpol yang terus merosot karena banyak kadernya yang terjerat korupsi telah membuat kepercayaan masyarakat luntur. Beruntung di tengah kondisi tersebut ada alternatif dukungan diarahkan yakni jalur independen.
Keempat, profesionalitas kelompok Teman Ahok, kelompok yang mengorganisasi dukungan, patut menjadi catatan. Dukungan kepada Ahok dikumpulkan dengan terorganisasi. Tak akan ada dukungan fiktif seperti yang selama ini terjadi pada sejumlah calon. Mereka yang menyerahkan fotokopi KTP dukungan benar-benar pendukung, bukan orang yang dibayar untuk menyertakan KTP. Bahkan manakala dukungan yang didapat sudah melampaui batas sesuai aturan KPU, tim Teman Ahok tetap berusaha menghitung ulang dukungan ketika Ahok menyatakan Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Heru Budi Santoso sebagai calon pasangannya nanti. Tim Teman Ahok tidak serta merta mengklaim bahwa mereka yang mendukung Ahok setuju keberadaan Heru sebagai wakil Ahok kelak. Proses menghargai dukungan atau suara rakyat seperti ini layak dicontoh.
Melalui jalur independen, nantinya Ahok tidak akan mudah tersandera atau tunduk pada kehendak parpol. Ia akan lebih mudah memperjuangkan aspirasi rakyat, meski melihat karakter kepemimpinan, Ahok adalah tipe yang tidak mau dikekang parpol. Ia hanya ingin memperjuangkan kepentingan rakyat.

Indonesia menganut sistem pemerintahan presidensiil dengan bentuknya republik. Dalam memilih para pemimpinnya baik itu di lembaga eksekutif (Presiden, Gubernur dan Walikota) maupun di legislatif (DPR, DPRD, DPD) pastilah melalui pemilihan umum. Partai politik adalah wadah bagi seseorang yang ingin mencalonkan diri sebagai pemimpin di eksekutif maupun legislatif. Jika seorang ingin maju tidak melalui partai politik atau dengan kata lain dari independen, sebenarnya dapat dilakukan. Hal ini dikarenakan dalam infrastruktur politik tidak cuma parpol yang dapat digunakan sebagai sarana untuk mencapai suprastruktur politik (eksekutif maupun legislatif) namun juga ada media massa, kelompok penekan, kelompok kepentingan maupun juga jika dia adalah seorang tokoh masyarakat / ahli dalam bidang tertentu. Salah satu contoh yang dapat kita lihat dari fenomena calon independen ini adalah saat pemilihan gubernur DKI Jakarta. Salah satu pasangan calon maju lewat jalur independen alias tidak melalui partai politik, karena keduanya adalah tokoh maupun ahli yang cukup lumayan dikenal di wilayah Jakarta. Dengan maju melalui jalur independen ini, maka pasangan inipun tidak memiliki kewajiban untuk "balas budi" kepada parpol yang mendukungnya karena murni rakyat yang memilih dia tanpa dukungan dari partai. Apabila dicermati, ini menunjukkan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap partai politik menurun karena sebagian parpol anggotanya banyak terlibat kasus korupsi. Sehingga masyarakat merasa tidak percaya lagi dengan calon dari parpol, padahal tidak semua calon dari parpol itu buruk. Makin maraknya fenomena calon independen ini karena parpol tidak dapat menjalankan fungsinya dengan baik, khususnya dalam rekruitmennya yang artinya mencari orang berbakat tidak secara kompetensinya akan tetapi berdasarkan kedudukan atau kekayaan orang tersebut. Calon gubernur bahkan calon presiden independen (non parpol) kemungkinan akan makin marak menjelang pemilu 2014 mendatang. Meski belum dibuktikan, akan tetapi kemungkinan besar calon yang maju lewat independen jika terpilih nantinya pasti akan mengutamakan kepentingan rakyat dibandingkan calon yang terpilih dari parpol. Karena biar bagaimanapun dalam membuat suatu kebijakan, pasti peran parpol dalam perumusan kebijakan cukup besar dan diharapkan tidak akan merugikan kepentingan partainya bahkan jika perlu mengorbankan kepentingan rakyat. 

Ahok akhirnya dapat menunjukkan bahwa dengan ketegasan dan kekerasan niat yang elam ini ditunjukkan dengan retorikanya dapat memuluskan kebijakan yang selama ini susah dan rumit untuk dilakukan. Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok mengatakan bahwa Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan tidak pernah meminta mahar darinya terkait pemilihan Gubernur DKI Jakarta 2017 mendatang. Hanya, dengan memilih jalur independen, Ahok mengaku tidak perlu mengeluarkan uang banyak untuk mekanisme partai.

Jalur independen biayanya bisa lebih murah, karena tidak perlu biaya untuk menggerakan seluruh mesin partai. Masyarakat yang bergerak sendiri (Ahok2016) Ahok mengatakan dengan memilih jalur independen ini, seluruh biaya berasal dari dana sumbangan masyarakat. Biaya tersebut misalnya digunakan untuk cetak 200 ribu formulir dukungan atau kaos kampanye. Ahok telah memutuskan untuk memilih jalur independen bersama Teman Ahok, relawannya, ketimbang menunggu partai yang meminangnya. Keputusan ini didesak oleh Teman Ahok lantaran mereka harus memverifikasi ulang pendukung Ahok setelah memilih Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Heru Budi Hartono sebagi pasangannya dalam Pilgub 2017 hingga Juni 2016 mendatang.

Sabtu, 19 Maret 2016

Tentang Sampah

                 Nama              : Dwi Jayanti Juliana
             Kelas              : 3EA07
             NPM               : 12213675
             Narasumber    : 1. Junaedi S.Sos.,M.Si (Kepala BPLHD DKI Jakarta)
                                       2. Yusiono (Sekertaris Kepala Bidang Lingkungan Hidup)


TENTANG SAMPAH

Aktivitas manusia di Jakarta maupun didaerah lainnya dalam memanfaatkan alam selalu meninggalkan sisa dan dianggapnya sudah tidak berguna lagi sehingga diperlakukannya sebagai barang buangan, yaitu sampah dan limbah. Istilah buangan, sampah dan limbah memang mempunyai pengertian yang berbeda, namun karena perbedaannya sangat tipis. Misalnya, istilah sampah seringkali disebut dengan istilah limbah padat atau buangan padat. Dilihat dari wujudnya limbah dapat berupa padatan, cairan atau gas, sedangkan sampah hanya berupa padatan atau setengah padatan.
Jenis Sampah dari sampah rumah tangga terdiri dari Sampah Basah : terdiri dari bahan-bahan organik yang mudah membusuk yang sebagian besar adalah sisa makanan, potongan hewan, sayuran dan lain-lain. Sampah Kering : yaitu sampah yang terdiri dari logam seperti besi tua, kaleng bekas dan sampah kering non logam misalnya kertas, kayu, kaca, keramik, batu-batuan dan sisa kain. Sampah Lembut : misalnya sampah debu yang berasal dari penyapuan lantai rumah, gedung, dari pembakaran kayu, sampah dan rokok. Sampah Besar : sampah yang terdiri dari meja bekas, kulkas, kirsi, televisi, radio dan peralatan dapur.
Sampah Komersial Sampah yang berasal dari kegiatan komersial seperti sampah pasar, pertokoan, rumah makan, penginapan, tempat hiburan,dan dari institusi seperti  perkantoran, tempat pendidikan, dan tempat ibadah.
Sampah Bangunan Sampah yang berasal dari kegiatan pembangunan termasuk pemugaran dan pembongkaran suatu bangunan seperti semen, kayu, batu bata dsb.
Sampah Fasilitas Umum Sampah ini berasal dari pembersihan dan penyapuan jalan, trotoar, taman, lapangan, tempat rekreasi dan fasilitas umum lainnya.
Iklim panas dan kelembaban tinggi adalah dua faktor yang mempercepat terjadinya reaksi kimia. Itulah sebabnya sampah didaerah tropis lebih cepat membusuk dibanding dengan sampah di daerah dingin. Terlebih lagi karena sebagian besar daerah tropis terdiri negara yang sedang berkembang dan komponen sampahnya sebagian besar terdiri dari bahan organik seperti sisa makanan (sekitar 70-80% dari berat total). Agar tidak mencemari lingkungan, maka sampah di Indonesia harus lebih sering dikumpulkan dan diangkut dibandingkan sampah di negara yang beriklim dingin. Kebanyakan negara-negara di Eropa Barat mengangkut sampahnya hanya sekali dalam seminggu. Menurut perkiraan biaya yang dibutuhkan untuk mengumpulkan dan mengangkut sampah dari tempat asal hingga TPA mencapai sekitar 70% dari seluruh biaya penanganan buangan padat.
Jakarta yang luasnya 661,52 km (lautan : 6.9775,5 km²) dengan penduduk diperkirakan lebih dari 10.000.000 jiwa dapat dipakai sebagai contoh permasalahan sampah di Indonesia. Hanya sekitar 70% sampah yang ada di Jakarta dapat diangkut ke tempat pembuangan akhir, sisanya tercecer dalam kota, dijalan atau dibuang oleh pemiliknya ke sembarang tempat misalnya ke sungai. Dengan asumsi bahwa setiap orang menghasilkan sampah sebanyak 2,5 liter/hari, maka Jakarta setiap harinya menghasilkan sampah sebanyak 2,5 x 10.000.000 = 25.000.000 liter = 25.000mᵌ dengan bobot 25.000 x 0,35 = 8.750 ton. Dari jumlah tersebut, yang tidak terangkut setiap harinya sebanyak 7.500 mᵌ atau 365 x 7.500 mᵌ = 2.737.500 mᵌ per tahun.  Ini belum termasuk perhitungan laju pertambahan penduduk yang rata-rata 2% per tahun dan tingkat urbanisasi sebesar 3%.

Sistem pengumpulan sampah di Indonesia mengenal beberapa pola antara lain adalah Pola Individual, yaitu sampah dikumpulkan dari rumah ke rumah dengan alat angkut jarak pendek seperti gerobak dengan volume 1mᵌ dan kemudian dikumpulkan di tempat pengumpulan sementara. Di wilayah yang jalannya cukup lebar pengumpulan dari rumah ke rumah ini bahkan bisa langsung dengan truk sampah. Disamping pola individual masih ada pola lain yaitu Pola Komunal. Dalam hal ini penghasil sampah langsung mengumpulkan sampahnya di suatu tempay, untuk kemudian di angkut oleh truk sampah.

Sistem Pengumpulan Sampah yang pertama yaitu dari wadah sampah langsung dibuang ke truk pengangkut dengan metode ini banyak diterapkan di Eropa. Di setiap rumah tangga disediakan tong-tong sampah dengan kapasitas 35,50 dan 110 liter. Tong sampah berkapasitas 35 dan 50 liter dimaksudkan agar setiap orang dengan mudah dapat mengangkat dan menempatkan sampahnya dipinggir jalan yang dilalui oleh truk sampah dari dinas kebersihan. Namun untuk mencapai muatan 1mᵌ saja petugas kebersihan harus mengangkutnya 20-30 kali. Sedangkan penggunaan tong sampah berkapasitas 110 liter hanya membutuhkan 9 kali angkut untuk mengisi volume yang sama. Namun, untuk mengangkat wadah sebesar itu sampai ke pinggir jalan, terlalu berat bagi setiap orang sehingga terpaksa harus diseret dalam posisi miring. Penggunaan kontainer sampah dengan volume lebih besar (120-240 liter) yang terbuat dari PE dan dilengkapi dengan dua roda agar dapat ditarik untuk dapat mendekati truk sampah, ternyata lebih efektif dan dapat menghemat biaya pengangkutan sampah di kota-kota besar sekitar 25%. Yang kedua dengan dari wadah dikumpulkan ke wadah yang lebih besar. Tempat pengumpulan sementara ini berkapasitas 2-35mᵌ dan setelah penuh kontainer langsung diangkut dan langsung diganti dengan kontainer yang kosong. Sistem ini biasa digunakan untuk daerah industri, pertokoan, komplek perumahan dan rumah susun. Metode sampah dimasukkan ke kantong-kantong plastik, dalam sistem ini disediakan kantong plastik dengan volume 70 liter. Barang- barang tajam dan abu tidak boleh dimasukkan ke kantong ini. Untuk barang-barang yang dapat direcycling seperti kaleng minuman, kertas, plastik disediakan kantong khusus. Sistem ini banyak diterapkan di kota-kota tua di Eropa dengan lahan kosongnya yang amat terbatas atau di tempat-tempat istirahat sepanjang jalan tol dan rumah sakit. Bahkan di Italia dan beberapa kota di Swedia sistim ini diterapkan untuk sampah rumah tangga. Selanjutnya dengan Sistem pengumpulan terpisah, Sejalan dengan perkembangan teknik daur ulang dan pengomposan, sistem pengumpulan terpisah telah banyak diterapkan oleh masyarakat. Dalam sistem ini sampah kertas, logam dan kaca dipisahkan dari sampah organik yaitu buangan dapur dan kebun. Di daerah yang padat penduduknya bahkan disediakan kontainer bersama dengan kapasitas 1,1mᵌ cara ini dapat menghemat biaya sampai 40%.
Selain sistem penampungan tersebut masih ada sistem lain yaitu dengan menghubungkan setiap cerobong sampah dari beberapa blok bangunan tinggi di suatu wilayah, misalnya dalam radius 2 km ke satu cerobong yang lebih besar (diameter 0,6) yakni cerobong transpor yang terbuat dari baja atau semenasbes yang dilengkapi alat penyedot. Melalui cerobong ini, sampah yang berasal dari setiap blok bangunan diangkut dengan angin yang berkecepatan 20-30m/detik. Sistem ini sangat baik untuk diterapkan di wilayah bangunan tinggi dengan jalan-jalan yang sempit yang tidak dapat dilewati oleh kendaraan pengangkut. Selain tidak menimbulkan debu, pada sistem ini hanya dibutuhkan biaya pengoperasian perangkatnya sehingga amat murah dan nyaman bagi penghuni. Kelemahan dari sistem ini adalah penyumbatan oleh pecahan-pecahan bahan bangunan atau benda-benda keras seperti seterika yang seharusnya tidak boleh dibuang ke sana.
Pengangkutan ke tempat pembuangan akhir : Sampah di kota-kota besar di Indonesia tidak seluruhnya bisa diangkut ke TPA setiap hari. Sebagai gambaran adalah Jakarta. Menurut perkiraan hanya sekitar 70% dari sampah yang dihasilkan Jakarta yaitu ±8.750 ton/hari atau ±25.000 mᵌ/hari dapat diangkut oleh dinas kebersihan ke tempat pembuangan akhir Bantar Gebang. Kemacetan lalulintas dalam kota, antrian panjang yang selalu terjadi setiap kali truk pengangkut sampah memasuki wilayah Bantar Gebang sangat mengganggu kelancaran pengangkutan sampah. Hambatan ini terjadi selain karena jeleknya jalan di wilayah pembuangan sampah, juga disebabkan oleh kinerja dan pembangunan TPA yang jauh dari memenuhi pesyaratan. Keberadaan sekitar 1500 pemulung yang sering dianggap positive karena dapat mengurangi volume sampah sekitar 2-5% ternyata juga mempunyai sisi negatif karena rumah-rumahnya berada di lahan yang seharusnya untuk TPA. Selain itu juga disinyalir adanya praktik main uang dan monopoli di antara orang-orang yang berkepentingan sehubungan dengan kelancaran lalulintas memasuki TPA. Untuk mengangkut sampah ke tempat pembuangan akhir, paling ideal adalah menggunakan truk kontainer tertutup bervolume 13-18mᵌ yang dilemgkapi dengan alat pengepres di dalamnya sehingga sampah dapat dipadatkan 2 sampai 4 kali lipat.
Walaupun sistem ini tidak sepenuhnya harus ditiru, dapat dijadikan bahan untuk memotivasi perbaikan sistem pengangkutan sampah di Indonesia yang masih banyak menggunakan truk bak terbuka sehingga debunya terurai kemana-mana. Yang tidak kalah pentingnya dari sistem pewadahan adalah prosedur penanganan sampah. Salah satu upaya memperlancar penanganan sampah adalah mewujudkan agar setiap tahapan pengangkutan dan perlakuan sampah disertai dengan tanda terima yang harus ditandatangani oleh pihak yang berwenang sebagai tanda bukti. Sampah juga dapat di daur ulang, daur ulang atau recycling adalah mengembalikan suatu produk atau sisa dari suatu proses produksi ke dalam siklus produksi. 3 jenis, yang pertama yaitu  dengan menggunakan lagi misalnya seperti tabung gas, ke dua dengan menggunalan ulang yaitu mennggunakan buangan untuk keperluan yang berbeda dari konsep awal misalnya mengubah ban bekas menjadi granulat sebagai bahan pengisi materi bangunan atau menjadi sandal, yang ketiga dengan mendapatkan bahan dasar kembali misalnya mendapatkan bahan dasar lagi dari peleburan mobil bekas.
Daur ulang kertas bekas sudah banyak mengalami kemajuan dalam industri kertas. Negara yang paling banyak mendaur ulang kertas bekas adalah Denmark. Daur ulang kertas bekas dari jenis bahan kemasan dan kardus telah lama mencapai 80% tanpa mengalami kesulitan konsumen karena kardus dan kemasan tidak harus terbuat dari kertas yang putih bersih. Sebagai gambaran dapat dilihat dari kapasitas sebuah perusahaan daur ulang Rekarton GmbH yang ada di Jerman, yang dalam tahun 1995 berhasil mendaur ulang kertas bekas tempat minuman sebanyak 123.000 ton.
Selain kertas, gelas adalah bahan yang paling banyak dibutuhkan untuk keperluan kemasan. Oleh sebab itu, kemampuan untuk mendaur ulang bahan ini harus tinggi sehingga sisanya minimal. Keberhasilan penanganan sampah tidak hanya tergantung dari metode yang diterapkan tetapi juga dari sikap hidup mayarakat. Sampah bukan sekedar barang yang harus disingkirkan jauh-jauh karena bau dan kotor, melainkan dapat diolah menjadi bahan baku pupuk dan energi. Berbagai macam metode pengolahan sampah telah dikembangkan untuk memperoleh bahan baku sebanyak mungkin sehingga sampah yang tersisa tinggal sedikit dan kebutuhan akan lahan tempat pembuangan akhir menjadi minimal. Karena sampai sekarang tidak ada satu pun teknologi yang dapat mengolah sampah tanpa meninggalkan sisa, maka menghindari terjadinyasampah tetap merupakan suatu strategi penanganan sampah yang paling bijaksana.